Kajian mendalam motivasi belajar. Pembahasan meliputi definisi, peran, faktor (kebutuhan, sikap, kompetensi), teori (Behavioral, Humanistik, Harapan), dan strategi efektif guru.
![]() |
Ilustrasi motivasi belajar. (Image by Gerd Altmann from Pixabay) |
Prolog
Psikologi pendidikan adalah kajian tentang manusia belajar di latar pendidikan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pembelajaran, dan psikologi sosial tentang sekolah sebagai organisasi. Dalam ranah ini, motivasi merupakan salah satu faktor paling penting yang ikut menentukan keberhasilan anak di dalam belajar.
Memahami motivasi peserta didik adalah tugas utama pendidik, karena motif yang dibawa anak ke dalam situasi belajar sangat berpengaruh terhadap bagaimana mereka belajar dan apa yang mereka pelajari. Motivasi menjadi komponen yang paling sukar untuk diukur, tetapi merupakan komponen paling penting dalam belajar. Artikel komprehensif ini bertujuan untuk menjelaskan hakikat motivasi belajar, faktor yang memengaruhinya, teori-teori utama, serta strategi praktis untuk meningkatkan dorongan internal peserta didik, dengan penekanan pada peran guru yang disengaja (intentional teacher) yang menerapkan prinsip psikologi untuk mengatasi kebutuhan praktis di kelas.
Pembahasan
1. Pengertian Motivasi
Motivasi (motivation) didefinisikan sebagai proses internal yang mengaktifkan, memandu, dan memelihara perilaku seseorang secara terus-menerus. Secara kognitif, motivasi adalah proses yang mendorong dan mempertahankan perilaku yang diarahkan pada tujuan.
Meskipun istilah motivasi ini sering diperdebatkan oleh para pakar psikologi, sebagian besar menyepakati bahwa motivasi merupakan konsep yang menjelaskan alasan seseorang berperilaku. Motivasi dalam literatur psikologi merupakan konstruk hipotetik—artinya tidak dapat diamati dan diukur secara langsung, seperti halnya mengukur panjang atau lebar suatu ruangan.
Dalam konteks belajar, motivasi menggambarkan proses yang dapat:
1. Memunculkan dan mendorong perilaku.
2. Memberikan arah atau tujuan perilaku.
3. Memberikan peluang terhadap perilaku yang sama.
4. Mengarahkan pada pilihan perilaku tertentu.
Gage dan Berliner (1984) memadankan motivasi dengan mesin mobil sebagai intensitasnya (seberapa keras upaya yang dilakukan) dan setir mobil sebagai pengarahnya (direction). Sementara itu, motif (motive) adalah kondisi di dalam diri anak yang memengaruhi kesiapannya dalam memprakarsai atau melanjutkan kegiatan belajar.
2. Pentingnya Motivasi dalam Belajar
Motivasi memegang peranan vital dalam proses pendidikan karena memengaruhi intensitas dan kualitas hasil belajar.
Peran Utama Motivasi:
• Penyebab Kegiatan Belajar: Jika anak tidak memiliki motivasi belajar, maka kegiatan belajar tidak akan terjadi pada dirinya.
• Peningkatan Kinerja: Apabila terdapat dua anak dengan kemampuan yang sama, kinerja dan hasil yang dicapai oleh anak yang termotivasi akan lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak termotivasi.
• Peningkatan Proses Kognitif: Peserta didik yang termotivasi menunjukkan proses kognitif yang tinggi dalam belajar, menyerap, dan mengingat apa yang telah dipelajari.
• Fasilitasi Hasil Belajar: Motivasi bukan saja penting karena menjadi faktor penyebab belajar, namun juga memperlancar belajar dan hasil belajar.
• Menciptakan Lingkungan Positif: Adanya motivasi dalam proses belajar akan berlangsung lebih menyenangkan, arus komunikasi lebih lancar, menurunkan kecemasan, serta meningkatkan kreativitas dan aktivitas belajar.
• Prediktor Prestasi Akademik: Penelitian yang menganalisis 232 korelasi menemukan 98 persen korelasi positif antara motivasi dan prestasi akademik.
• Membentuk Pembelajar Sepanjang Hayat (Lifelong Learner): Semakin anak memiliki pengalaman belajar yang termotivasi, semakin besar kemungkinannya akan menjadi peserta didik sepanjang hayat.
Namun, penting juga untuk diingat bahwa motivasi saja tidak cukup; jika anak diberikan tugas di luar kemampuannya, bagaimanapun termotivasinya mereka, anak tersebut tidak akan mampu melakukannya. Motivasi harus didukung oleh faktor lain seperti kemampuan dan kualitas pembelajaran.
3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi
Setidaknya terdapat enam faktor substansial yang memengaruhi motivasi belajar peserta didik, didukung oleh teori psikologi dan penelitian terkait:
1. Sikap (Attitude)
Sikap adalah kombinasi dari konsep, informasi, dan emosi yang menghasilkan predisposisi untuk merespon sesuatu secara menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sikap memiliki pengaruh kuat karena membantu peserta didik merasakan dunianya dan memberikan pedoman perilaku yang lebih otomatis, yang oleh psikologi disebut prinsip "least effort". Pendidik harus meyakini bahwa sikapnya sendiri akan memiliki pengaruh aktif terhadap motivasi belajar anak pada saat awal pembelajaran.
2. Kebutuhan (Needs)
Kebutuhan adalah kondisi yang dialami individu sebagai kekuatan internal yang memandu peserta didik untuk mencapai tujuan, yang perolehannya berfungsi melepaskan atau mengakhiri perasaan tekanan. Kebutuhan dapat bersifat fisiologis (seperti lapar) atau hasil belajar (seperti kebutuhan berprestasi). Apabila peserta didik membutuhkan atau menginginkan sesuatu untuk dipelajari, mereka cenderung sangat termotivasi.
3. Rangsangan (Stimulation)
Manusia secara alamiah selalu mencari rangsangan (stimulation). Stimulus yang unik akan menarik perhatian dan cenderung mempertahankan keterlibatan diri secara aktif. Pembelajaran yang tidak merangsang mengakibatkan peserta didik yang awalnya termotivasi pada akhirnya menjadi bosan. Rangsangan dapat berupa stimulus psikofisik (variasi intensitas suara/warna) atau stimulus emosional (materi yang membangkitkan emosi, seperti peperangan atau penemuan unik).
4. Afeksi (Affection)
Afeksi berkaitan dengan pengalaman emosional—seperti kecemasan, kepedulian, dan pemilikan—yang dialami individu saat belajar. Emosi dapat memotivasi perilaku kepada tujuan. Apabila emosi bersifat positif pada waktu kegiatan belajar berlangsung (misalnya rasa heran dan menyenangkan), emosi mampu mendorong peserta didik untuk belajar keras, menjadikannya motivator intrinsik.
5. Kompetensi (Competence)
Peserta didik secara alamiah berusaha keras untuk berinteraksi dengan lingkungannya secara efektif. Peserta didik secara intrinsik termotivasi untuk menguasai lingkungan. Rasa kompetensi pada diri peserta didik akan timbul apabila menyadari bahwa pengetahuan yang diperoleh telah memenuhi standar (biasanya melalui balikan/umpan balik). Kompetensi memberikan peluang pada kepercayaan diri (confidence) untuk berkembang ("Saya mampu mengerjakan hal ini").
6. Penguatan (Reinforcement)
Penguatan adalah prinsip psikologi fundamental, yaitu peristiwa yang mempertahankan atau meningkatkan kemungkinan respons. Penguat positif, seperti penghargaan, pujian, nilai, atau perhatian pendidik, merupakan insentif yang efektif. Penggunaan penguat positif menyebabkan peserta didik belajar dengan usaha yang lebih besar dan belajar lebih efektif.
4. Teori-teori Motivasi
Motivasi manusia dijelaskan melalui berbagai teori kontemporer, yang berakar dari perspektif behavioral, kognitif, dan humanistik.
a. Teori Belajar Behavioral (Behavioral Learning Theory)
Teori ini menyatakan bahwa motivasi adalah produk dari sejarah penguatan (reinforcement history). Perilaku yang diperkuat di masa lalu lebih mungkin diulangi. Guru menggunakan insentif ekstrinsik seperti nilai, hadiah, atau penghargaan untuk memotivasi. Namun, teori ini memiliki keterbatasan karena motivasi manusia itu sangat kompleks dan nilai penguatan dari suatu penguat ditentukan oleh faktor-faktor kepribadian atau situasional.
b. Teori Kebutuhan Manusia (Human Needs Theory - Abraham Maslow)
Maslow mengorganisir motivasi dalam hierarki kebutuhan yang disusun sesuai dengan prepotensi (kebutuhan tingkat lebih rendah harus dipenuhi sebelum kebutuhan tingkat lebih tinggi menjadi penentu perilaku).
• Kebutuhan Kekurangan (Deficiency Needs): Kebutuhan dasar seperti fisik, keamanan, kasih sayang, dan penghargaan. Pemenuhan kebutuhan ini menyebabkan motivasi untuk pemenuhannya menurun.
• Kebutuhan Pertumbuhan (Growth Needs): Kebutuhan tingkat tinggi seperti kebutuhan untuk mengetahui dan memahami, mengapresiasi keindahan, atau aktualisasi diri. Kebutuhan ini tidak pernah dipenuhi secara sempurna; semakin dipenuhi, semakin besar motivasi untuk belajar lebih banyak.
• Aktualisasi Diri (Self-Actualization): Kebutuhan paling tinggi, yang termanifestasi dalam keinginan untuk memenuhi sendiri (self-fulfillment), menjadi diri sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki. Tujuan pendidikan dalam pandangan Maslow adalah aktualisasi diri.
c. Teori Harapan (Expectancy Theory)
Teori ini (Edwards, Atkinson) menjelaskan bahwa motivasi bergantung pada harapan anak terhadap hadiah. Motivasi dirumuskan sebagai: $\mathbf{M = P \times I}$ (M=Motivasi, P=Probabilitas keberhasilan, I=Nilai Insentif). Jika salah satu faktor (P atau I) bernilai nol, maka motivasi akan menjadi nol. Teori ini menyiratkan bahwa tugas belajar hendaknya tidak terlalu mudah ataupun terlalu sukar untuk memaksimalkan motivasi.
d. Teori Motivasi Berprestasi (Achievement Motivation Theory)
Teori ini mengkaji kecenderungan untuk mencapai keberhasilan atau tujuan. Nicholls (1984) membagi orientasi siswa ke dalam dua kategori:
1. Tujuan Belajar (Learning Goals/Mastery Goals): Siswa berorientasi pada perolehan kompetensi atas keterampilan. Mereka cenderung memilih mata pelajaran yang sukar dan berupaya mencari tantangan. Ketika menghadapi kesulitan, motivasi dan kinerjanya cenderung meningkat.
2. Tujuan Kinerja (Performance Goals): Siswa berorientasi pada perolehan penilaian positif dan menghindari penilaian negatif. Mereka cenderung mengambil mata pelajaran yang mudah dan menghindari situasi menantang. Ketika menghadapi kesulitan, mereka cenderung merasa cemas dan penampilannya tampak serius.
5. Strategi Motivasi
Pendidik harus merencanakan cara-cara untuk mendukung motivasi peserta didik. Tujuannya adalah meningkatkan motivasi intrinsik sebanyak mungkin.
Berikut adalah strategi efektif untuk meningkatkan motivasi belajar:
1. Membangkitkan Minat Belajar: Kaitkan pembelajaran dengan minat peserta didik dan tunjukkan manfaat pengetahuan yang dipelajari. Berikan pilihan kepada peserta didik tentang materi pembelajaran dan cara mempelajarinya.
2. Mendorong Rasa Ingin Tahu (Curiosity): Pendidik terampil menggunakan cara untuk membangkitkan dan memelihara rasa ingin tahu. Metode seperti studi kasus, discovery, inquiri, diskusi, dan curah pendapat dapat digunakan.
3. Menggunakan Variasi Metode Penyajian yang Menarik: Motivasi dapat ditingkatkan melalui penggunaan materi dan variasi metode yang menarik (misalnya, film, demonstrasi, simulasi, permainan peran).
4. Membantu Merumuskan Tujuan Belajar: Anak akan belajar keras apabila tujuan itu dirumuskan atau ditetapkan oleh dirinya sendiri. Jika guru merumuskan tujuan, harus disampaikan agar siswa merasa memiliki tujuan tersebut.
5. Penciptaan Iklim Bebas Ancaman: Belajar akan lebih mudah dan bermakna apabila terjadi dalam suasana yang bebas dari ancaman. Lingkungan belajar harus demokratis dan kondusif untuk interaksi, menghindari persaingan berlebihan, dan menghormati perasaan/gagasan peserta didik.
6. Pemberian Balikan dan Penguatan: Penguatan yang diberikan segera setelah perilaku muncul akan menimbulkan efek yang jauh lebih baik (prinsip behavioristik). Balikan yang benar dapat meningkatkan motivasi siswa dalam menyelesaikan tulisan.
7. Penggunaan Kerangka Cantolan (Advance Organizer): Pendidik hendaknya mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan apa yang sudah diketahui (appersepsi). Advance organizer adalah pernyataan umum yang memperkenalkan bagian-bagian utama yang tercakup dalam urutan pengajaran, membantu peserta didik mengorganisir dan menafsirkan informasi baru.
8. Penekanan pada Tindakan Positif: Khusus untuk siswa yang menghadapi ketidakberdayaan (learned helplessness), penekanan harus pada tindakan positif. Guru harus menggunakan kelebihan siswa untuk menciptakan prestasi (misalnya memberikan tugas lisan kepada siswa yang tidak suka menulis).
Epilog
Motivasi belajar adalah proses dinamis dan kompleks yang berfungsi sebagai mesin dan setir dalam kegiatan belajar. Keterkaitan intim antara motivasi dan pembelajaran (Motivation is intimately linked with learning) menunjukkan bahwa guru tidak hanya mengajarkan materi, tetapi juga harus menjadi fasilitator yang secara aktif merancang lingkungan yang mendukung dorongan internal peserta didik.
Penerapan teori Maslow menekankan bahwa guru harus memastikan kebutuhan dasar (afeksi, rasa aman) terpenuhi sebelum siswa dapat mengejar kebutuhan pertumbuhan (pengetahuan dan pemahaman). Sementara itu, teori kognitif dan motivasi berprestasi mengajarkan bahwa strategi yang paling efektif adalah yang berfokus pada Tujuan Belajar (Learning Goals) dan memperkuat efikasi diri melalui pencapaian kinerja yang sukses. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip motivasi dari berbagai perspektif teori—behavioral, humanistik, dan kognitif—pendidik dapat secara efektif meningkatkan keterlibatan aktif dan kinerja akademik peserta didik, membentuk mereka menjadi pembelajar yang mandiri (self-directed learners).
Bibliografi
Alexander, P. A., & Murphy, P. K. (1998). The handbook of educational psychology. McGraw-Hill.
Ames, C. (1992). Classrooms: Goals, structures, and student motivation. Journal of Educational Psychology, 84(3), 261–271.
Ausubel, D. P. (1960). The use of advance organizers in the learning and retention of meaningful verbal material. Journal of Educational Psychology, 51(5), 267–272.
Bruner, J. S. (1977). The process of education. Harvard University Press.
Chaplin, J. P. (1989). Dictionary of psychology. Laurel/Dell.
Deci, E. L. (1975). Intrinsic motivation. Plenum.
De Porter, B., & Hernacki, M. (1999). Quantum teaching: Mempraktikkan quantum learning di ruang-ruang kelas. Kaifa.
Dweck, C. S. (1986). Motivational processes affecting learning. American Psychologist, 41(10), 1040–1048.
Gage, N. L., & Berliner, D. C. (1984). Educational psychology. Houghton Mifflin.
Hartley, J., & Davies, I. K. (1978). Teaching styles and pupil progress. Harvard University Press.
Herman, J. L., Aschbacher, P. R., & Winters, L. (1992). A practical guide to alternative assessment. Association for Supervision and Curriculum Development.
Hurlock, E. B. (1980). Developmental psychology: A life-span approach. McGraw-Hill.
Johnson, E. B. (2007). Contextual teaching and learning: What it is and why it’s here to stay. Corwin Press.
Maslow, A. H. (1943). A theory of human motivation. Psychological Review, 50, 370–396.
McClelland, D. C. (1961). The achieving society. Van Nostrand.
Nicholls, J. G. (1984). Achievement motivation: Conceptions of ability, subjective experience, task choice, and performance. Psychological Review, 91(3), 328–346.
Poerbakawatja, S. (1982). Aspek-aspek psikologi pendidikan. Mutiara Sumber Widya.
Pintrich, P. R., Marx, R. W., & Boyle, R. A. (1993). Beyond cold conceptual change: The role of motivational beliefs and classroom contextual factors in the process of conceptual change. Review of Educational Research, 63(2), 167–199.
Robinson, F. P. (1946). Effective study. Harper & Row.
Schunk, D. H. (1995). Self-efficacy and education and instruction. In J. E. Maddux (Ed.), Self-efficacy, adaptation, and adjustment: Theory, research, and applications (pp. 281–303). Plenum.
Schunk, D. H., Pintrich, P. R., & Meece, J. L. (2008). Motivation in education: Theory, research, and applications (3rd ed.). Pearson Education.
Slavin, R. E. (1994). Educational psychology: Theory and practice (4th ed.). Allyn and Bacon.
Slavin, R. E. (2006). Educational psychology: Theory and practice (8th ed.). Pearson Education.
Uguroglu, M. E., & Walberg, H. J. (1979). Motivation and achievement: A quantitative synthesis. American Educational Research Journal, 16(1), 1–17.
Von Glasersfeld, E. (1989). Cognition, construction of knowledge, and teaching. Synthese, 80(1), 121–140.
Weiner, B. (1980). A cognitive (attribution)-emotion-action model of motivated behavior: An analysis of judgments of help-giving. Journal of Personality and Social Psychology, 39(2), 186–200.
White, R. W. (1959). Motivation reconsidered: The concept of competence. Psychological Review, 66(5), 297–333.
Young, P. T. (1936). Motivation of behavior. John Wiley & Sons.
0Komentar