TpM8TpY5GSM5BSA5TpzoGUYlTi==

Slider

Sri Mulyani: Dana Abadi Pendidikan, Senjata Indonesia Hadapi Hegemoni Sains Global

Menkeu Sri Mulyani bahas pentingnya dana abadi pendidikan, riset, & peran APBN hadapi persaingan global, cetak SDM unggul via konvensi sains teknologi & insentif pajak.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyampaikan sambutannya dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri 2025 di Bandung pada Selasa, 7 Agustus 2025.

BANDUNG, PAMONG.ID | Kanal Pendidik Indonesia – Di tengah gejolak geopolitik dan persaingan global yang kian sengit, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa Indonesia tak boleh hanya menjadi “ajang pertempuran pengaruh”, melainkan harus tampil sebagai “pelaku” utama di kancah dunia. Kunci untuk mewujudkan ambisi ini, menurutnya, terletak pada penguatan sains, teknologi, dan industri, yang secara masif didukung oleh instrumen keuangan negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penegasan ini disampaikan dalam Konvensi Sains Teknologi dan Industri Indonesia 2025 di Bandung pada Selasa, 7 Agustus 2025, sebuah inisiatif yang disebutnya "sangat tepat waktu dan topik" mengingat dominasi sains dan teknologi dalam menggerakkan perekonomian global hari ini.


Arena Persaingan Global: Tantangan dan Pilihan Indonesia


Dunia saat ini sedang mengalami pergeseran fundamental dalam geopolitik, ditandai dengan persaingan yang makin sengit antarnegara. Persaingan ini bukan sekadar perebutan pasar, melainkan bertujuan untuk menguasai atau menciptakan hegemoni dan ruang pengaruh yang melampaui batas satu negara, baik berbasis ideologi maupun pragmatisme untuk menjaga kepentingan nasional. Sri Mulyani menekankan bahwa Indonesia, sebagai negara besar dari sisi geografi, demografi, lokasi, dan ukuran ekonomi, pasti akan menjadi salah satu pelaku atau setidaknya ajang dari persaingan tersebut.


Pilihan, baginya, ada di tangan bangsa ini. “Kalau kita hanya menjadi ajang, berarti ini adalah tempat pertempuran dari pengaruh-pengaruh seluruh dunia,” ujar Sri Mulyani. Namun, jika Indonesia bertekad menjadi pelaku, maka persiapan diri menjadi keharusan. Persiapan ini tidak hanya mencakup pembangunan sumber daya manusia yang unggul—terutama para intelektual dan peneliti—tetapi juga pembangunan institusi yang kokoh. Kedua aspek fundamental ini, tak pelak, membutuhkan dukungan sumber daya yang besar, terutama dari sisi keuangan. Dalam konteks inilah, APBN memainkan peran sentral sebagai instrumen vital negara dalam mencapai cita-citanya.


APBN sebagai Instrumen Strategis: Mandat Konstitusi untuk Pendidikan


Pentingnya investasi dalam sains, teknologi, riset, dan pendidikan menjadi penentu kemajuan ekonomi suatu negara. Sri Mulyani menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya dicapai dengan menambah jumlah tenaga kerja atau modal semata, melainkan kombinasi keduanya yang diperkaya dengan sains dan teknologi akan menciptakan produktivitas serta solusi inovatif yang mendorong kemajuan. Oleh karena itu, negara-negara maju senantiasa melakukan investasi besar-besaran di bidang-bidang tersebut.


Pemerintah Indonesia, melalui APBN, menunjukkan komitmen nyata terhadap sektor pendidikan dan penelitian. Salah satu pilar utamanya adalah alokasi anggaran 20% dari belanja APBN untuk pendidikan, sebuah mandat konstitusi yang pada tahun ini mencapai Rp 750 triliun. Anggaran kolosal ini dirancang untuk memperkuat seluruh ekosistem pendidikan di Indonesia. Konvensi ini diharapkan menjadi wadah kolaborasi antara akademisi, industri, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan dalam sebuah ekosistem yang berorientasi pada peningkatan produktivitas melalui sains dan teknologi.


Ekosistem Pendidikan dan Dilema Insentif Kinerja


Anggaran pendidikan APBN dikelola berdasarkan tiga klaster utama dalam ekosistem pendidikan. Klaster pertama adalah untuk siswa dan mahasiswa, dengan alokasi untuk biaya operasional sekolah (dihitung per kapita), Program Indonesia Pintar (PIP) berupa beasiswa pelajar, Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk mahasiswa, hingga beasiswa pascasarjana. Fokusnya adalah investasi pada modal manusia, bahkan sejak pendidikan anak usia dini (PAUD).


Klaster kedua ditujukan untuk guru dan dosen, mencakup gaji hingga tunjangan kinerja. Sri Mulyani menyinggung adanya demonstrasi guru dan dosen terkait tunjangan kinerja (tukin) beberapa waktu lalu, namun ia meyakini bahwa dosen yang hadir di konvensi ini bukanlah yang berdemo. Hal ini memicu pertanyaan mengenai sistem insentif di Indonesia: apakah kita menghargai pencapaian atau sekadar mendistribusikan uang demi asas kesetaraan?. Ia menantang komunitas perguruan tinggi untuk merenungkan dan merekomendasikan sistem insentif yang dapat benar-benar mendorong hasil terbaik dari anggaran pendidikan. Dilema ini menjadi ujian bagi keuangan negara, apakah semua harus ditanggung APBN atau ada partisipasi masyarakat.


Klaster ketiga berfokus pada sarana dan prasarana pendidikan, mulai dari pembangunan dan revitalisasi sekolah (termasuk sekolah rakyat untuk anak miskin), pembangunan kampus dan laboratorium penelitian, hingga pembangunan rumah sakit pendidikan. Semua ini adalah bagian dari upaya memperkuat ekosistem pendidikan dan penelitian di Indonesia.


Dana Abadi Pendidikan: Fondasi Generasi Emas


Salah satu instrumen keuangan yang menjadi tulang punggung pengembangan sumber daya manusia dan penelitian adalah Dana Abadi Pendidikan. Sri Mulyani melaporkan bahwa per tahun 2025, dana ini telah mencapai Rp 154,11 triliun. Ia adalah salah satu inisiator yang melahirkan dana ini pada tahun 2009 dengan modal awal Rp 1 triliun.


Motivasi pembentukan Dana Abadi Pendidikan sangat fundamental. Pertama, untuk memastikan bahwa alokasi anggaran 20% pendidikan yang diamanatkan konstitusi tidak terbuang sia-sia jika tidak terbelanjakan. Dulu, jika dana tidak terserap, seringkali digunakan untuk pembelian yang tidak perlu seperti kursi baru padahal yang lama masih bagus, atau sekadar mengecat sekolah, karena pihak sekolah tidak tahu cara menghabiskan dana tersebut secara efektif. Motif kedua, yang lebih personal bagi Sri Mulyani saat menjabat Menteri Keuangan pada 2005-2006, adalah rasa minder ketika melihat staf menteri keuangan dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang banyak alumni universitas top dunia seperti Harvard, Columbia, Stanford, atau London School of Economics, sementara stafnya tidak ada yang berlatar belakang serupa. "Tiba-tiba kita sadar kita harus mengejar ketertinggalan," ujarnya. Dari sanalah muncul keinginan untuk mengirim lebih banyak anak Indonesia yang sebenarnya mampu, tetapi terkendala biaya, untuk menempuh pendidikan di universitas-universitas terbaik dunia.


Komitmen terhadap Dana Abadi ini terus berlanjut. Pada tahun ini, dana abadi pendidikan akan ditambah Rp 20 triliun, sehingga total menjadi Rp 175 triliun. Rencana ke depan, pemerintah juga akan menambah alokasi untuk Dana Abadi Pendidikan sebesar Rp 126,12 triliun, Dana Abadi Penelitian Rp 12,99 triliun, Dana Abadi Perguruan Tinggi Rp 10 triliun, dan Dana Abadi Kebudayaan Rp 5 triliun.


LPDP: Gerbang Menuju Kampus Elit Dunia dan Riset Unggul


Keberadaan dana abadi ini, terutama melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), telah memberikan dampak konkret. Sri Mulyani melaporkan bahwa sebanyak 670.000 anak Indonesia telah menerima manfaat, di mana 92.000 di antaranya menerima beasiswa gelar (degree scholarship), menghasilkan 55.586 alumni, dan 578.000 penerima beasiswa non-gelar.


Yang menarik perhatian adalah jumlah alumni LPDP yang berhasil menembus universitas-universitas papan atas dunia. Tercatat 3.363 orang telah menempuh pendidikan di kampus-kampus elit tersebut, meliputi 24 alumni dari MIT, 63 dari University of Oxford, 96 dari Harvard University, 72 dari University of Cambridge, 20 dari Stanford, 78 dari University of California Berkeley, dan 308 dari Imperial College London. Ini adalah pencapaian signifikan, mengingat kondisi "dari nol" sebelumnya.


Selain beasiswa, LPDP juga aktif memberikan hibah untuk berbagai penelitian. Sebanyak 2.792 proyek riset di bidang Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM) serta industri strategis telah didanai. Dari jumlah tersebut, 1.274 proyek masih berjalan, dan 1.199 proyek telah selesai. LPDP juga menjawab keluhan para peneliti mengenai siklus anggaran tahunan yang tidak fleksibel. Dengan skema LPDP, proyek penelitian dapat bersifat multi-tahun dan tidak terikat pada tahun anggaran, memungkinkan penelitian berjalan sesuai kebutuhan ide dan data. Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah berupaya mendengarkan dan mendesain agar alasan administrasi atau keuangan tidak lagi menjadi kendala bagi para peneliti. Namun, ia mengingatkan bahwa sumber daya tetap terbatas dan harus dikelola dengan baik, serta penelitian tetap membutuhkan akuntabilitas. Beberapa topik riset unggulan yang didukung mencakup kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), semikonduktor, dan teknologi hijau.


Insentif Fiskal: Mendorong Industri Berinvestasi pada Riset Nasional


Pemerintah juga menyiapkan instrumen fiskal berupa insentif pajak untuk mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) di sektor industri. Insentif ini dikenal sebagai super tax deduction. Jika sebuah perusahaan wajib pajak mengeluarkan Rp 1 miliar untuk biaya penelitian dan pengembangan produknya, mereka dapat mendudukkan (mengurangi dari penghasilan kena pajak) tiga kali lipatnya, yaitu Rp 3 miliar, untuk perhitungan pajaknya.


Hingga saat ini, sudah ada 30 wajib pajak yang mengajukan 224 proposal dengan estimasi total nilai litbang mencapai Rp 1,46 triliun. Sri Mulyani secara khusus mengajak para peneliti untuk lebih "entrepreneurial" dengan mendekati industri dan menjelaskan manfaat insentif ini. “Ajak saja industri terus bilang ‘Eh kalau kamu meneliti sama saya kamu ngeluarin 1 miliar, you can deduct triple dari pajak Anda.’ Itu kan malah untung kan mestinya ya,” sarannya, berharap ini bisa menjadi ide baru bagi para peneliti.


Tanggung Jawab Intelektual: Jalan Menuju Nobel dan Keunggulan Bangsa


Sri Mulyani menutup sambutannya dengan penekanan pada peran dan tanggung jawab para intelektual. Ia menegaskan bahwa pemerintah telah melakukan bagiannya dalam mendukung upaya ini, baik melalui beasiswa, pembangunan infrastruktur, penelitian, hingga fleksibilitas sumber daya. “Jadi kalau we’ve already done our part, it is time for you to do your part, be excellent,” tegasnya.


Ia juga kembali menyinggung potensi peraih Nobel dari kalangan peneliti yang hadir, berharap mereka akan menjadi inspirasi bagi puluhan ribu mahasiswa penerima beasiswa yang akan mengikuti jejak mereka. “Kalau Bapak stepnya berhenti ya republik berhenti. Kalau Bapak dan Ibu sekalian akan menjadi pemenang Nobel Laureats nanti, pasti yang 58 ribu Ibu nanti akan inspire by you. Jadi Anda semuanya juga memiliki tugas yang sama beratnya sehingga kita semuanya sama-sama bekerja sama,” pungkasnya, menandaskan bahwa upaya mewujudkan Indonesia sebagai pelaku utama di kancah global adalah tugas bersama. Ini bukan hanya soal dana, tetapi juga soal visi dan komitmen untuk mencapai keunggulan.***

0Komentar

Special Ads
© Copyright - pamong.id
Berhasil Ditambahkan

Type above and press Enter to search.