Pahami inti teori Perkembangan Kognitif oleh Piaget, Bruner, dan Vygotsky. Telusuri skema, asimilasi, ZPD, dan implikasinya bagi pendidikan modern.
Prolog
Perkembangan kognitif adalah salah satu bidang studi paling berpengaruh dalam psikologi pendidikan, membentuk pemahaman kita tentang bagaimana manusia, khususnya anak-anak, memperoleh pengetahuan, berpikir, dan memecahkan masalah. Teori-teori kognitif memandang bahwa pemahaman tidak bersifat otomatis; alih-alih, peserta didik secara aktif menyerap informasi dan merumuskan pengetahuannya sendiri.
Para ahli teori kognitif menekankan pada cara seseorang menggunakan pikirannya untuk belajar, mengingat, dan memanfaatkan pengetahuan yang tersimpan secara efektif. Tiga tokoh utama—Jean Piaget, Jerome Bruner, dan Lev Vygotsky—memberikan kerangka kerja teoretis yang otoritatif (EEAT) mengenai perkembangan pikiran manusia, meskipun dengan fokus dan implikasi yang berbeda. Memahami pandangan mereka sangat penting bagi setiap pendidik yang ingin merancang pengalaman belajar yang bermakna.
Pembahasan
1. Jean Piaget tentang Perkembangan Kognitif
Jean Piaget (lahir 1896 di Swiss) adalah psikolog perkembangan paling berpengaruh dalam sejarah psikologi. Setelah meraih gelar doktor di bidang biologi, ia beralih ke psikologi, mendasarkan teori awalnya pada observasi cermat terhadap ketiga anaknya. Piaget menerapkan prinsip-prinsip dan metode biologis pada studi perkembangan manusia.
Konsep Kunci Piaget
Piaget mengajukan beberapa konsep fundamental untuk menjelaskan bagaimana anak membangun pemahaman dunia mereka (Hurlock, 1980; Slavin, 2006; Santrock, 2011; Miller, 2011):
1. Skema (Schema): Skema adalah tindakan mental dan fisik yang digunakan untuk mengetahui dan memahami objek. Ia merupakan kategori pengetahuan yang membantu individu memahami dan menafsirkan dunianya.
2. Asimilasi (Assimilation): Proses ini terjadi ketika individu memasukkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses asimilasi cenderung subjektif, karena seseorang memodifikasi pengalaman baru agar sesuai dengan keyakinan atau skema yang telah dimiliki.
3. Akomodasi (Accommodation): Ini adalah proses mengubah skema yang sudah dimiliki untuk menyesuaikan dengan informasi atau pengalaman baru. Akomodasi melibatkan pengembangan skema baru.
4. Ekuilibrium (Equilibrium): Piaget percaya bahwa anak mencoba memperoleh keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Mekanisme ekuilibrium menjelaskan bagaimana anak mampu berpindah dari satu tahap berpikir ke tahap berikutnya, dengan mempertahankan keseimbangan antara menerapkan pengetahuan lama dan mengubah perilaku karena pengetahuan baru.
Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif
Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi empat tahap utama:
1. Tahap Sensorimotorik (Sejak Lahir hingga usia 2 tahun): Bayi menyusun pemahaman dunia dengan mengoordinasikan pengalaman indera (sensori) mereka.
2. Tahap Praoperasional (Sekitar usia 2 hingga 7 tahun): (Tidak dijelaskan secara rinci dalam sumber ini, namun merupakan tahap sebelum operasi konkret).
3. Tahap Operasional Konkret (Sekitar usia 7 hingga 11 tahun): Penalaran logika menggantikan penalaran intuitif, tetapi masih terbatas pada benda konkret. Anak pada tahap ini sudah memiliki kemampuan menggolong-golongkan dan menguji hukum kekekalan (konservasi).
4. Tahap Operasional Formal (Sekitar usia 11 tahun ke atas): Anak mampu berpikir abstrak dan spekulatif tentang kualitas ideal. Mereka juga mampu menyusun rencana dan secara sistematis menguji solusi, yang disebut sebagai hypothetical-deductive-reasoning.
Implikasi Instruksional
Pemahaman tahap-tahap ini membantu guru untuk menyesuaikan pengajaran. Penting untuk disadari bahwa banyak siswa remaja mungkin belum mencapai tahap berpikir operasional formal secara sempurna, sehingga kurikulum hendaknya tidak terlalu abstrak atau formal. Namun, Piaget berpendapat bahwa perkembangan kognitif tidak dapat diajarkan, meskipun penelitian menunjukkan hal itu dapat dipercepat (Zimmerman & Whitehurst, 1979).
2. Jerome Bruner tentang Perkembangan Kognitif
Jerome Bruner menyusun teorinya dengan mempertimbangkan enam faktor utama dalam perkembangan intelektual (Slee & Shute, 2003):
1. Variasi Respon: Perkembangan intelektual ditandai oleh meningkatnya variasi respons terhadap stimulus. Anak belajar membebaskan diri dari kendali stimulus.
2. Sistem Simbol: Pertumbuhan tergantung pada perkembangan intelektual dan sistem pengolahan informasi yang mampu menggambarkan realitas. Anak tidak dapat memprediksi hasil kecuali mereka belajar sistem simbol yang mencerminkan dunia.
3. Kesadaran Diri (Verbalisasi): Perkembangan intelektual memerlukan peningkatan kecakapan untuk menjelaskan kepada diri sendiri dan orang lain (melalui kata atau simbol) mengenai apa yang telah dan akan dikerjakan. Ini menjelaskan adanya kesadaran diri.
4. Interaksi Sosial Budaya: Interaksi antara guru dengan siswa penting bagi perkembangan kognitif. Guru harus menafsirkan dan berbagi kebudayaan dengan anak agar mereka mengalami perkembangan intelektual.
5. Bahasa sebagai Kunci: Bahasa menjadi kunci perkembangan kognitif. Bahasa digunakan untuk memediasi peristiwa dan menjadi sarana mengaitkan berbagai peristiwa dalam bentuk sebab akibat.
6. Penyelesaian Alternatif Simultan: Pertumbuhan kognitif ditandai oleh kemampuan yang semakin meningkat untuk menyelesaikan berbagai alternatif secara simultan dan mengalokasikan perhatian secara runtut pada berbagai situasi.
Tahap-Tahap Perkembangan Bruner
Tidak seperti Piaget yang menggunakan usia, Bruner berkeyakinan bahwa ada tiga tahap perkembangan kognitif yang didasarkan pada pengamatan perilaku anak (Slee & Shute, 2003):
1. Tahap Enaktif (Enactive): (Tidak dijelaskan secara rinci dalam sumber).
2. Tahap Ekonik (Iconic): (Tidak dijelaskan secara rinci dalam sumber).
3. Tahap Simbolik (Symbolic): (Tidak dijelaskan secara rinci dalam sumber).
Implikasi terhadap Pembelajaran
Teori Bruner mendukung pendekatan pembelajaran diskoveri atau pendekatan pembelajaran induktif lainnya karena dianggap lebih efektif, karena perubahan berpikir anak dipengaruhi oleh faktor pengalaman. Pengalaman baru yang berinteraksi dengan struktur kognitif anak akan menarik minat dan mengembangkan pemahaman.
3. Lev Vygotsky tentang Perkembangan Kognitif
Lev Vygotsky dikenal karena menekankan peran hubungan sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif, meyakini bahwa perkembangan anak tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sosial dan kultural (Holland dkk., 2001).
Teori Vygotsky didasarkan pada tiga konsep utama (Tappan, 1998; Slavin, 2006; Santrock, 2011; Muller, 2011):
1. Analisis Perkembangan (Developmental Analysis): Keahlian kognitif anak hanya dapat dipahami jika dianalisis dan diinterpretasikan secara developmental. Ini berarti memeriksa asal-usul dan transformasi fungsi kognitif dari bentuk awal ke bentuk selanjutnya, misalnya, ucapan batin (inner speech) harus dievaluasi sebagai satu langkah dalam proses perkembangan bertahap.
2. Mediasi Psikologis: Kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus, yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan mentransformasi aktivitas mental. Vygotsky percaya bahasa adalah alat yang paling penting; pada masa kanak-kanak awal, bahasa digunakan untuk merancang aktivitas dan memecahkan masalah.
3. Asal Usul Sosial dan Kultural: Kemampuan kognitif berasal dari hubungan sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural. Perkembangan melibatkan pembelajaran menggunakan alat yang ada dalam masyarakat (seperti bahasa, sistem matematika, dan strategi memori). Pengetahuan dipandang situasional dan kolaboratif, didistribusikan di antara orang dan lingkungan, yang mencakup objek, artefak, alat, dan komunitas.
Zone of Proximal Development (ZPD)
Vygotsky mengemukakan ide penting tentang Zone of Proximal Development (ZPD), yaitu jarak antara tingkat perkembangan aktual (apa yang dapat dilakukan anak sendiri) dan tingkat perkembangan potensial (apa yang dapat dicapai anak dengan bimbingan atau kerja sama dengan orang yang lebih ahli).
Implikasi Pembelajaran Vygotsky
Teori Vygotsky menjadi landasan bagi strategi pengajaran yang efektif:
1. Memahami ZPD: Guru perlu memahami batas bawah ZPD siswa untuk menyusun materi.
2. Kolaborasi Sebaya: Memanfaatkan tutor sebaya di kelas untuk mengembangkan pembelajaran yang berkomunitas.
3. Scaffolding (Belajar Terbimbing): Guru harus menggunakan teknik scaffolding untuk memberikan struktur dan bimbingan pada awal pelajaran, kemudian secara bertahap menyerahkan tanggung jawab belajar kepada peserta didik, sehingga mereka mencapai keahlian pada batas atas ZPD. Pendidik bertindak sebagai agen kultural yang memandu pembelajaran (Tudge & Scrimsher, 2003).
Epilog
Tiga perspektif kognitif—Piaget yang berfokus pada konstruksi individu dan tahapan universal, Bruner yang menekankan peran sistem simbol dan pengalaman, serta Vygotsky yang menyoroti mediasi sosial dan budaya—secara kolektif memberikan pemahaman komprehensif tentang bagaimana pikiran berkembang.
Sementara Piaget melihat kognisi sebagai serangkaian perkembangan yang matang (Wood dkk., 2001), Vygotsky menempatkan pembelajaran di dalam konteks sosial sebagai pendorong perkembangan. Dalam praktik pendidikan kontemporer, guru harus mengadopsi pandangan konstruktivistik bahwa peserta didik harus mengkonstruksikan pengetahuan sendiri, dan peran pendidik adalah menjadi fasilitator, membuat informasi bermakna, dan membimbing peserta didik menggunakan strategi belajarnya sendiri (Slavin, 1994). Dengan demikian, keberhasilan pengajaran terletak pada integrasi teoretis, memanfaatkan pemahaman tahap kognitif (Piaget), pentingnya representasi (Bruner), dan kekuatan interaksi sosial (scaffolding Vygotsky) untuk memfasilitasi pembelajaran yang efektif dan mendalam.
Bibliografi
Huitt, W., & Hummel, J. (2003). Piaget's theory of cognitive development. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University.
Hurlock, E. B. (1980). Developmental psychology. McGraw-Hill.
Miller, P. H. (2011). Theories of developmental psychology. Worth.
Santrock, J. W. (2011). Life-span development (13th ed.). McGraw-Hill Education.
Slavin, R. E. (1994). Educational psychology: Theory and practice. Pearson Education.
Slavin, R. E. (2006). Educational psychology: Theory and practice (8th ed.). Pearson Education.
Tudge, J. R. H., & Scrimsher, S. (2003). Lev S. Vygotsky on ed-ucation: A cultural-historical, interpersonal, and individual approach to development. In B. J. Zimmerman & D. H. Schunk (Eds.), Educational psychology: A century of con-tributions. Erlbaum.
Vygotsky, L. S. (1978). Mind in society: The development of higher psychological processes. Harvard University Press.
Wood, K. C., Smith, H., & Grossniklaus, D. (2001). Piaget's stages of cognitive development. In M. Orey (Ed.), Emerging perspectives on learning, teaching, and technology. Retrieved from [link].
Zhou, M., & Brown, D. (Eds.). (2017). Educational learning theories (2nd ed.). Retrieved from [link].
0Komentar