TpM8TpY5GSM5BSA5TpzoGUYlTi==

Slider

Tiga Pilar News Gathering: Mengupas Tuntas Riset Data, Wawancara, dan Observasi dalam Reportase Jurnalistik

Memahami teknik reportase inti—riset data, wawancara, dan observasi—untuk menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan faktual sesuai standar jurnalistik.

Ilustrasi tiga pilar news gathering: riset data, wawancara dan oservasi. (Generatif Gemini)
Ilustrasi tiga pilar news gathering: riset data, wawancara dan oservasi. (Generatif Gemini)


Prolog


Jurnalisme pada hakikatnya adalah ilmu dan teknik pengumpulan, penulisan, dan pelaporan berita. Sebagai penjaga gerbang informasi, seorang jurnalis harus memikul tanggung jawab etika dan profesionalisme yang besar, dengan komitmen utama pada pencarian kebenaran. Intisari jurnalisme adalah disiplin dan verifikasi. Agar dapat menyajikan berita yang independen, akurat, dan berimbang, wartawan harus menguasai keterampilan utama yang esensial.


Dalam dunia jurnalistik, tahapan standar dalam pencarian berita (news gathering) meliputi tiga pilar utama: riset data, wawancara, dan observasi. Ketiga teknik ini merupakan fondasi yang mutlak dikuasai untuk memastikan laporan yang dihasilkan berbobot, komprehensif, dan memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.


Pembahasan


Reportase yang profesional memerlukan kemampuan untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi. Ketika jurnalis menjalankan profesinya, mereka harus menyadari bahwa keakuratan (memastikan setiap detail, nama, angka, dan kutipan adalah benar) adalah nilai tak ternilai yang menjaga kredibilitas berita dan kepercayaan publik.


1. Riset Data: Pondasi Faktual


Riset data merupakan langkah pertama dalam proses reportase. Sebelum terjun ke lapangan, penting untuk mempelajari pokok bahasan yang akan diliput. Jika liputan menyangkut suatu masalah, jurnalis harus memahami duduk perkaranya, akar persoalan, dan para pihak yang tersangkut (Sirait, t.t.).


Data yang akurat dan memadai adalah pendukung krusial bagi laporan, sebab laporan akan terasa kering dan kurang meyakinkan tanpa data. Kehadiran data yang akurat dapat mempermudah persuasi atau upaya meyakinkan pembaca. Riset awal (pendahuluan) dapat dilakukan sebelum wawancara dan observasi, yang membantu jurnalis lebih fokus dan tidak mudah dikecoh. Riset bisa dilanjutkan setelah pulang dari lapangan untuk tujuan pengayaan, uji ulang, atau membandingkan informasi.


Saat ini, mencari data menjadi mudah dengan adanya internet (browsing di situs saja). Riset data juga mencakup kemampuan menggunakan sumber-sumber referensi dan data yang tersedia.


2. Wawancara: Menggali Wawasan dan Verifikasi


Wawancara didefinisikan sebagai tanya-jawab dengan seseorang untuk mendapatkan keterangan atau pendapatnya tentang suatu hal atau masalah. Tujuan utama wawancara adalah mengumpulkan informasi yang lengkap, akurat, dan fair, serta mencari pengungkapan atau insight (wawasan) yang bernilai untuk diketahui publik. Wartawan yang baik harus berusaha menciptakan suasana yang santai dan kondusif bagi narasumber.


Menentukan Narasumber: Dasar pemilihan narasumber dalam jurnalisme adalah kompetensi. Derajat kompetensi narasumber diukur dari intensitas keterlibatannya, di mana derajat tertinggi adalah pelaku dan korban, diikuti oleh saksi mata, dan kemudian pihak yang tersangkut (otoritas). Pengamat atau ahli tidak seharusnya menjadi sumber informasi utama, melainkan dibutuhkan untuk menjelaskan hal-hal teknis yang tidak dikuasai wartawan. Jurnalisme Indonesia cenderung terlalu mengandalkan pengamat, yang seringkali merupakan gejala kemalasan berpikir atau keengganan untuk bekerja keras di lapangan.


Teknik Bertanya: Pewawancara dapat mengkombinasikan dua jenis pertanyaan untuk hasil yang optimal:


1. Pertanyaan Terbuka (open-ended): Biasanya menggunakan kata "bagaimana" dan "mengapa". Pertanyaan ini memungkinkan narasumber untuk berspekulasi, menawarkan opini, pengamatan, atau deskripsi, dan mengundang tanggapan yang lebih lengkap. Pertanyaan terbuka lebih berhasil jika digunakan untuk penulisan profil seseorang karena mendorong anekdot khas.


2. Pertanyaan Tertutup (closed-ended): Berusaha mengarahkan narasumber ke jawaban yang spesifik. Pertanyaan ini berguna untuk memperoleh informasi faktual dan presisi yang bisa diukur secara numerik (kuantifikasikan).


Etika dan Kepercayaan: Seorang jurnalis harus memberi rasa aman kepada narasumber dan meyakinkan mereka bahwa media yang bersangkutan bisa dipercaya dan mampu menyimpan rahasia. Jika narasumber meminta informasi tertentu tidak disiarkan, jurnalis harus menghormati kesepakatan tersebut. Kesepakatan ini mencakup off the record (informasi yang tidak boleh disiarkan) dan background (informasi bisa dikutip tetapi tanpa menyebutkan nama/jabatan sumber, misalnya menggunakan istilah "menurut sumber di..."). Jika terlalu banyak sumber yang tidak jelas identitasnya, kredibilitas wartawan dipertaruhkan.


3. Observasi: Menghidupkan Laporan


Observasi (pengamatan langsung) merupakan jurus andalan para penulis non-fiksi terlatih dan sangat diperlukan oleh semua jurnalis di lapangan.


Pentingnya Observasi: Fungsi utama observasi adalah untuk memastikan penggambaran hidup. Dengan pengamatan, seorang penulis dapat meminimalkan penggunaan kata sifat yang subjektif (don’t tell but show), karena kata-kata seperti ‘kaya’, ‘jauh’, atau ‘cantik’ bersifat relatif. Observasi juga merupakan bagian mutlak dari disiplin jurnalisme, yaitu verifikasi. Jurnalis harus selalu berusaha mengamati peristiwa secara langsung, alih-alih hanya mengandalkan sumber lain yang mungkin berusaha memanipulasi pers.


Sayangnya, dalam praktik jurnalisme di Indonesia, wartawan umumnya hanya mengandalkan pendekatan wawancara dan mengabaikan pengamatan yang intens. Akibatnya, sajian berita seringkali hanya berupa talking news (kabar cuap-cuap).


Epilog


Kombinasi yang tepat dari riset data, wawancara, dan observasi adalah kunci untuk menghasilkan berita berbobot. Berita yang berbobot bukanlah sekadar talking news dan dangkal karena fakta yang tipis, melainkan yang terjaga sudut beritanya (angle), akurasinya, dan keberimbangan informasinya.


Tanggung jawab etika dan profesionalisme menuntut jurnalis untuk mencari kebenaran dan menyajikan semua sisi cerita (cover both-sides dan cover all-sides). Dengan melaksanakan riset yang mendalam untuk mendapatkan latar masalah, mewawancarai narasumber yang kompeten dengan teknik bertanya yang efektif, serta melakukan observasi langsung untuk verifikasi dan deskripsi yang hidup, jurnalis memenuhi hak asasi masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.


Daftar Pustaka


E Eriyanto. (2022). Media dan Opini Publik (3rd ed.). Rajawali Pers.


F Fenny Thresia, Bungsudi, & Barnas Rasmana. (t.t.). Jurnalistik Dasar untuk Pemula.


Feith, H. (1995). [Mungkin merujuk ke Feith, 1995:82, dalam konteks involusi pers 1960-an].


I Ishwara, L. (2007). Seri Jurnalistik Kompas: Catatan-catatan Jurnalisme Dasar (3rd ed.). Penerbit Buku Kompas.


J Jurnalisme Dasar untuk Pemula. (t.t.). Jurnalistik Dasar untuk Pemula. Tim Penulis.


Kovach, B., & Rosenstiel, T. (2001). The Elements of Journalism. Three Rivers Press.


Sirait, P. H. (t.t.). Berita Berbobot. Dalam Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI. (Dikutip dari).


Sirait, P. H. (t.t.). Derajat Kompetensi Narasumber. Dalam Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI. (Dikutip dari).


W Wartawan, A. (t.t.). Teknik Wawancara. Dalam Materi Kompetensi Kunci UKJ AJI.

0Komentar

Special Ads
© Copyright - pamong.id
Berhasil Ditambahkan

Type above and press Enter to search.